Senin, 30 Desember 2013

Potensi Demografi Muslim Bagi Kebangkitan Kembali Khilafah


Over Populasi: Bencana? 
Sejak 1960 secara global dibangun mitos di seputar masalah ledakan jumlah penduduk. Dimitoskan bahwa angka pertumbuhan penduduk yang tinggi dan besarnya jumlah penduduk telah menjadi bencana yang mengancam peradaban umat manusia. United Nations Population Fund (UNFPA) pada tanggal 8/7/2010 menginformasikan bahwa jumlah penduduk dunia sudah mencapai 6,8 miliar orang dan akan naik dua kali lipat dalam 4 dekade kedepan, yaitu tahun 2050, apabila tingkat pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan.
Para ahli Barat berperan besar dalam membangun mitos masalah over populasi. Menurut John A. Lorraine (1967) over populasi pada abad ke-20 adalah salah satu bencana yang menimpa planet kita ini. Cicely D. Williams (1966) mengatakan bahwa negara-negara di dunia yang kini menderita akibat over populasi diharuskan untuk menghabiskan dana yang banyak untuk mengendalikan kesuburan penduduknya. Menurut dia, cara terbaik adalah dengan membuat program keluarga berencana (KB). Menurut W. Parker Mauldin (1977) untuk mengatasi masalah over populasi diperlukan program kependudukan yang diterapkan dalam rencana pembangunan.
George B. Simmons (1977) dalam penelitiannya menemukan bahwa pertumbuhan populasi adalah masalah dan terkait dengan perubahan ekonomi. Menurut dia, pertumbuhan penduduk yang pesat di negeri miskin di Afrika, Asia dan Amerika Latin membuat penyelesaian masalah ekonomi jadi sulit dan lebih sulit lagi untuk memastikan pertumbuhan pendapatan perkapita. Menurut dia pula, kemiskinan tidak akan bisa diatasi jika populasi tidak dikendalikan. Karena itu, harapan terbaik adalah menggabungkan reformasi sosial dan ekonomi dengan program pengendalian populasi.
Lebih jauh lagi, Roy O. Greep (1998) menyatakan bahwa over populasi merupakan akar masalah sosial dan lingkungan seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, kejahatan, terorisme, polusi air dan udara serta hilangya ozon. Menurut dia, dengan berbagai alasan maka pertumbuhan jumlah penduduk harus dikendalikan baik secara alami atau dengan campur tangan manusia.
Namun, benarkah jumlah penduduk yang besar merupakan masalah atau bahkan bencana? Memang, tidak banyak artikel akademik yang mendukung pertumbuhan jumlah penduduk, apalagi mengatakan bahwa pertumbuhan populasi yang tinggi justru mendukung ekonomi dan pamor negara! Namun, cerita Cina, India dan Brazil menunjukkan bahwa populasi yang besar, jika dokimbinasikan dengan kemampuan teknologi dan pengaturan logistik yang tepat, akan membangun ekonomi yang besar dengan pasar lokal yang mendukung bisnis untuk tumbuh, meningkatkan skala produksi ekonomi, serta menaikkan potensi dan status negara.
Faktanya, Inggris sebagai negara adidaya pada abad ke-19, pertumbuhan ekonominya didukung oleh teknologi, tenaga kerja murah, dan bahan mentah dari daerah jajahannya serta perluasan pasar di dunia dengan mengontrol lalu-lintas perdagangan dunia. Namun, sekarang Inggris menduduki peringkat yang lebih rendah dibandingkan dengan adidaya lain dalam berbagai aspek; bukan karena tidak menguasai teknologi, tetapi justru karena pasar globalnya telah mengecil dan kapasitas memperoleh bahan baku dan tenaga kerja murah telah berkurang—di satu sisi akibat naiknya pengaruh Amerika dan di sisi lain karena berkurangnya populasi Inggris dibandingkan dengan era kolonial dulu.
Lebih jauh lagi, kasus Amerika yang mengundang imigran asing dengan menyelenggarakan undian memperoleh visa menunjukkan, bahwa pertumbuhan populasi penduduk justru membantu dominasi ekonomi Amerika. Kalau pertumbuhan populasi merupakan masalah, mengapa Eropa, Kanada, Australia, dll justru mengkompensasi penurunan populasinya dengan mengundang imigran?
Faktanya, besarnya populasi justru dan selalu menjadi faktor penting bagi suatu negara untuk mempengaruhi kebijakan dunia, ekonomi dan geopolitik. Tentu penurunan jumlah penduduk akan kontraproduktif bagi bangsa manapun yang bermimpi akan menjelma menjadi kekuatan adidaya dunia. Itulah sebabnya Jerman, Italia, Jepang dan Rusia sangat khawatir dengan menurunnya populasi mereka. Bagi suatu negara ideologis, adalah penting memiliki populasi besar yang menganutnya; lalu berikutnya mengikuti, mempraktikkan, mengimplementasikan, mempropagandakan dan menyebarluaskan sistem ideologi tersebut.

Tren Populasi di Dunia Islam

Dari sekian banyak berkah Allah SWT adalah besarnya populasi Muslim dunia yang bisa menjadi potensi besar bagi bangkitnya negara adidaya baru ke depan. Studi demografi komprehensif dari 200 negara menunjukkan populasi Muslim dunia sebesar 1,57 miliar yang mewakili sekitar 23% dari 6,8 miliar penduduk dunia menurut estimasi di tahun 2009.1
Studi lanjutan menunjukkan bahwa dua pertiga dari Muslim dunia tinggal di 10 negara, yaitu enam negara di Asia (Indonesia, Pakistan, India, Bangladesh, Iran and Turki), tiga negara di Afrika Utara (Mesir, Aljazair dan Maroko) dan satu negara di sub-sahara Afrika (Nigeria).
Secara umum populasi Muslim ada di lima benua, dimana 60% berada di Asia dan 20% di Timur Tengah dan Afrika Utara. Negara di Timur Tengah dan Afrika Utara banyak yang mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Lebih dari 300 juta Muslim (seperlima dari total penduduk Muslim dunia) tinggal di negara dimana Muslim bukan mayoritas. Populasi minoritas Muslim ini cukup besar. India yang dulu adalah bagian dari dari Khilafah Islamiyah memiliki populasi Muslim ketiga terbesar di dunia. Cina memiliki penduduk Muslim lebih banyak daripada Syria. Rusia adalah rumah bagi populasi Muslim yang lebih banyak daripada gabungan Yordania dan Libya. Dari sekitar 317 juta Muslim yang tinggal sebagai minoritas, sekitar 240 juta (75 %) tinggal di lima negara: India (161 juta atau 13,4% dari populasi), Ethiopia (28 juta atau 34% dari populasi), Cina (22 juta), Rusia (16 juta atau 11,7% dari populasi) dan Tanzania (13 juta atau 30,2% dari populasi). Dari 10 negara terbesar dengan jumlah Muslim minoritas adalah Eropa yaitu Rusia (16 juta) dan Jerman (4 juta atau 5% dari populasi).

Sebaran Demografis Umat Islam
Sebaran demografi umat Islam menunjuk-kan, empat wilayah memiliki populasi Muslim tertinggi. Ini bisa menjadi satu faktor yang menentukan untuk mendorong lahirnya negara global jika wilayah itu punya aset strategis lainnya seperti energi, industri, keuntungan strategis dan yang terpenting adalah asimilasi ideologis. Dari sisi ‘kekuatan populasi’, di antara empat wilayah itu, tiga pertama memiliki kualifikasi menjadi titik awal kembalinya Khilafah Islamiyah:

1. Wilayah Asia Pasifik mewakili 62% penduduk Muslim dunia. Empat negara (Indonesia, Bangladesh, Pakistan dan India) didiami sekitar 43,5% dari Muslim dunia (690 juta). Dua negeri Muslim, yaitu Pakistan dan Indonesia, memiliki kekuatan yang potensial. Pakistan adalah satu-satunya negeri Muslim yang memiliki senjata nuklir. Berdirinya Khilafah Islamiyah di Pakistan akan dengan cepat menyatukan wilayah tetangga seperti Afganistan, Uzbekistan, Kazakhstan, Kirgistan dan negeri-negeri Asia Tengah lainnya. Lebih jauh lagi, wilayah Khilafah akan dengan cepat meluas ke Selatan dan Asia Tenggara melalui Bangladesh, Indonesia dan Malaysia. Dengan demikian, wilayah yang kaya sumberdaya, dengan posisi yang strategis, dan populasi yang besar ini bisa menjadi awal mula kebangkitan umat di bawah satu negara Khilafah Islamiyah.

2. Dunia Arab, yakni Timur Tengah dan Afrika Utara, didiami oleh sekitar 315 juta Muslim atau 20% dari populasi Muslim dunia. Lebih dari separuh negeri-negeri di Timur Tengah-Afrika Utara mayoritas penduduknya adalah Muslim, sekitar 95% atau lebih, yaitu: Aljazair (34 juta); Mesir (79 juta); Irak (30 juta); Yordania, Kuwait, Libya, Maroko (32 juta); Palestina, Arab Saudi (25 juta); Tunisia (10 juta); Sahara Barat dan Yaman (23 juta). Negeri lainnya, prosentase Muslimnya lebih kecil, yaitu Suriah (92%, 20 juta), Oman (88%), Bahrain (81%), Qatar (78%), Uni Emirat Arab (76%) dan Sudan (71%, 30 juta). Tentu saja dengan potensi SDA yang besar, posisi strategis, asimilasi ideologis, dan besarnya populasi Muslim yang menguasai bahasa Arab, wilayah ini ideal bagi bangkitnya kembali negara Khilafah Islamiyah. Jadi, tidak aneh jika laporan the Project for the New American Century (2000)” berkesimpulan bahwa, “Amerika tidak boleh kehilangan kontrol terhadap wilayah Timur Tengah dan Teluk Persia.”

3. Asia Tengah dan Barat, meliputi Afganistan, Armenia, Azerbaijan, Siprus, Iran, Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, Turki, Turkmenistan dan Uzbekistan; mayoritas penduduknya beragama Islam kecuali Siprus. Total populasi Muslim wilayah ini 380 juta atau 24% dari populasi Muslim dunia. Wilayah yang sangat volatil ini menurut Ariel Cohen (2003) menyimpan ancaman keamanan terbesar bagi Amerika. Ariel Cohen secara spesifik menyebut Hizbut Tahrir, sebuah partai politik Islam global non-kekerasan, telah membentuk opini publik tentang Khilafah Islamiyah di wilayah ini. Elizabeth Wishnick (2004) dengan jelas menyatakan, militer AS harus bisa menghadapi ancaman apapun dari kebangkitan Khilafah Islamiyah di Asia Tengah. Ia menyarankan agar AS memiliki pangkalan militer yang besar terutama di wilayah Uzbekistan, Kirgistan dan Tajikistan. Harian People’s Daily (24/9/2010), telah membongkar rencana Amerika untuk memperluas pangkalan militernya di Baghram, Kandahar dan pangkalan udara di Mazar-E-Sharif di Afganistan dengan biaya 300 juta dolar untuk menyiapkan diri menghadapi kemungkinan konflik global pada masa depan.

4. Sub-Sahara Afrika, didiami oleh sekitar 241 juta Muslim atau sekitar 15% dari Muslim dunia. Nigeria merupakan negeri dengan penduduk Muslim terbesar (78 juta jiwa atau 50% dari total penduduk Nigeria) di wilayah ini.

Saat ini Dunia Islam memang terpecah menjadi lebih dari 57 negara kecil. Itu karena kolusi para penguasa negeri Islam dengan imperialis Barat. Namun, agresi budaya oleh Barat telah gagal menjauhkan Islam dari umat Muslim. Penguasa di negeri Muslim pun tidak bisa melakukannya. Betapapun represi politik mereka lancarkan terhadap para pengemban dakwah, seruan persatuan umat dan penghapusan batas-batas kolonial makin nyaring terdengar. Upaya Barat agar umat Islam tetap terpecah-belah akan diterjang oleh gelombang pergerakan umat saat ini. Ketika Islam kembali dipraktikan dalam kehidupan, maka hanya dalam sekejap mata saja penyatuan 1,56 miliar umat Islam akan terwujud dalam satu wilayah besar. Dengan sumberdaya manusia yang demikian besar yang memiliki keyakinan yang homogen, Dunia Islam menunjukkan realita yang tak bisa dipungkiri untuk menjadi negara global yang terkemuka di dunia. [Al-Waie No 125 Januari 2011]

Reposted from: http://qousa.wordpress.com/2011/01/19/potensi-demografi-muslim-bagi-kebangkitan-kembali-khilafah/