Rabu, 25 September 2013

M.O.M



 



























My full spirit is you
Kau adalah gemerlap bintang di langit malam
Bukan!, kau lebih dari itu
Kau adalah pendar rembulan di angkasa sana,
Bukan!, kau lebih dari itu,
Kau adalah benderang matahari di tiap waktu,
Bukan!, kau lebih dari itu
Kau adalah Sinopsis semesta
Itu saja.

Mama. Begitu aku menyebutnya. Seorang wanita yang begitu kucinta.
Ah, Mama. Saat jauh begini aku menjadi amat sangat merindukanmu. Aku tahu, aku banyak salah padamu. Aku sering egois, mengharap engkau sempurna tanpa cela. Seolah menutup mata dari setiap baikmu. Saat kau memarahiku, segenap sayangmu seperti pupus di hadapanku. Betapa tidak adilnya aku. Padahal kasihmu abadi. Mama. Aku pernah marah padamu, bahkan sering. Meski tak ku nampakkan. Aku bahkan kehabisan kata-kata untuk menjelaskan pada angin yang gugurkan puspa, bahwa aku membutuhkanmu selalu. Doamu yang seampuh doa para Nabi, aku tak mau kehilangan itu.
Mama. Setiap tetes peluhmu, layaknya permata yang amat berharga. Ah, tidak. Bahkan lebih dari itu, hingga dengan apa pun tak kan pernah sanggup aku membalasnya. Ma, maafkan aku. Aku tak baik padamu. Aku sering menorehkan luka di hatimu. Namun kau masih punya banyak maaf. Kau masih mau tersenyum padaku, memelukku, menciumku, mendoakanku, mencintaiku.
Ma, aku tak pernah dapat menghitung seberapa banyak, besar dan luasnya sayangmu. Kau rela bersimbah peluh, air mata, pun juga darah, demi anak-anakmu yang bahkan sering bandel tak penuhi titahmu. Ma, aku harus bagaimana membalas semuanya?
Aku minta maaf, jika tak ada yang bisa kuberikan untukmu. Terima kasih untuk segalanya. Sungguh, tak ada yang bisa kuberikan untuk membalas perihmu. Aku mencintaimu, meski mungkin tak kan pernah bisa menyamai cintamu padaku.
Ma, aku mencintaimu karena Allah. Doakan aku, agar menjadi shalihah, qurrota a’yun bagimu dan Bapak.
Ma, aku ingin kau peluk. Aku merindukanmu.. Dimana engkau selalu ada di setiap saat, kala bahagia, kala derai air mata.
Dan hingga ujung waktu, bahkan hingga hari akhir kelak, diri ini berharap kasih sayang itu tetap terasa…. tetap wujud hingga berkumpulnya kita kembali di surga-Nya kelak.
Semoga suatu waktu, dapat kupersembahkan Surga untukmu dan Bapak. Aku ingin kau kembali menjadi Ibuku yang memelukku lagi di kehidupan yang abadi, yang indah.

Ananda,

Ekky

Minggu, 22 September 2013

Metamorfosis Sempurna: Studi Kritis Kurikulum 2013 Perspektif Kurikulum Khilafah

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/08/02/studi-kritis-kurikulum-2013-perspektif-kurikulum-khilafah/

Studi Kritis Kurikulum 2013 Perspektif Kurikulum Khilafah




Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I
(Kandidat Doktor Pendidikan Islam dan DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia)

Mulai tahun ajaran baru 2013/2014 kurikulum 2013 akan dilaksanakan secara bertahap, menggantikan kurikulum sebelumnya.  Perubahan Kurikulum ini sudah  merupakan ritual sistem Pendidikan Indonesia.  Belum sampai tuntas implementasi kurikulum yang satu, sudah harus diganti dengan kurikulum yang baru. Sebenarnya ini adalah bukti sistem pendidikan produk sistem pemerintahan demokrasi kapitalisme penuh dengan kelemahan. Wakil Presiden Boediono mengakui bahwa kita memang belum punya konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan yang dapat dijadikan kompas bagi begitu banyak kegiatan dan inisiatif pendidikan di Tanah Air (Kompas, 29 Agustus 2012). Perubahan kurikulum Indonesia sudah mencapai  sekitar sembilan kali, yaitu tahun 1947, 1964, 1968, 1973, 1984, 1994, 1997, 1994, 2004, dan tahun 2006 (Kemendikbud, 2012).

Menurut Mendikbud Muhamad Nuh, Penerapan kurikulum 2013 penting dan genting terkait bonus demografi pada 2010-2035. Generasi muda Indonesia perlu disiapkan dalam kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan (Kompas. Com). Mendikbud juga mengatakan pada  kurikulum 2013mata pelajaran IPA dan IPS di sekolah dasar (SD) diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Pengintegrasian ini dilakukan karena penting, serta menyesuaikan zaman yang terus mengalami perkembangan pesat (www. Kemdikbud.go.id/uji public kurikulum 2013).
Praktisi Pendidikan menyambut Pro dan kontra terhadap pemberlakukan kurikulum 2013 mulai tahun ajar 2013/2014. Pihak yang mendukung kurikulum baru menyatakan: Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani siswa, Pihak yang kontra menyatakan Penerapan Kurikulum 2013 pada Juli atau kapan pun dalam format yang ada tampaknya tidak menimbulkan efek kualitatif yang signifikan bagi kemajuan bangsa .Yang lain menambahkan : “Sikap pemerintah itu terasa berlebihan karena sejatinya pengaruh perubahan Kurikulum 2013 tidaklah sedahsyat yang dibayangkan. Asumsi-asumsi teoritisnya memang muluk, tetapi yang riil berubah dan mudah dilaksanakan hanya pengurangan jumlah mata pelajaran dan penambahan durasi pembelajaran di sekolah (Kompas. Com).

Latar Belakang 
Berkaitan dengan pentingnya penerapan kurikulum 2013, berbagai latar belakang yang dikemukakan oleh pemerintah.  Antara lain akhlak generasi muda yang semakin brutal: tidak jujur, tidak disiplin, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Disamping isu moral, juga dikemukakan isu ekonomi, yaitu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan ketahanan pangan. Sebenarnya ada yang lebih penting dari semua itu. Hal ini sebagaimana diungkapkan mendikbud yaitu: bonus demografi- jumlah penduduk yang meledak harus bisa terserap pasar. Artinya pendidikan hanya menciptakan buruh-buruh pabrik – pasar tenaga kerja sistem kapitalisme.
Disamping itu memang mutu pendidikan Indonesia masih rendah. Hasil studi PISA (Program for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.
Sebenarnya dengan  mengkaji secara mendalam kurikulum 2013, bisa disimpulkan bahwa kurikulum ini tidak akan bisa menyelesaikan masalah.  Karena terdapat beberapa hal yang prinsip, justru bermasalah, antara lain: Landasan Kurikulum, Tujuan Pendidikan Dasar (SD/SMP) dan Menengah, serta Struktur Kurikulum Pendidikan Dasar (SD/SMP).

Landasan
Landasan yuridis kurikulum  2013 adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan  Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005. Dalam pandangan Islam semua landasan harus bersumber dari akidah Islam, termasuk landasan kurikulum  dan tidak boleh bertentangan dengan akidah Islam. Karenanya kurikulum Khilafah berlandaskan pada akidah Islam.
Akidah Islam adalah merupakan asas, sebagai standart seorang muslim dalam bertingkah laku pada seluruh aspek kehidupan. Berdasarkan hal ini maka ilmu pengetahuan yang diberikan kepada anak didik dan yang diperoleh anak didik wajib berlandaskan akidah Islam[1]. Akidah Islam sebagai asas seorang muslim dalam hal keyakinan dan perbuatan untuk menilai apakah sesuatu dapat diambil atau harus ditinggalkan.
Mempelajari akidah dan pengetahuan yang lain yang bertentangan dengan akidah dan pengetahuan Islam diperbolehkan dengan syarat:
*  Setelah  menyakini  akidah  Islam dengan keimanan yang kuat dan memahami  pengetahuan Islam tentang hal tersebut secara benar.
*    Tujuan mempelajari untuk membantahnya dan mengambil sikap syar’i terhadapnya[2]
Dan mereka mempunyai kepribadian Islam yang kuat. sebagai seorang muslim yang taat dan yakin hanya Islam yang diterima di sisi Allah Swt:
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (TQS. Ali Imran [3]: 7)[1]
Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (TQS. Ali Imran [3]: 85).

Tujuan Kurikulum 
Penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah kurikulum 2013, sebagaimana yang dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;  sehat, mandiri, dan percaya diri; dan toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab. (Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar SD-SMP-SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Hal ini berbeda dengan tujuan pendidikan sekolah (Madrasah Ibtidaiyah, Mutawasithah dan Tsanawiyah atau SD-SMP-SMU) dalam Negara Khilafah adalah:
Pertama, Membentuk Generasi Berkepribadian Islam. Yaitu membentuk pola tingkah laku anak didik yang berdasarkan pada akidah Islam, senantiasa tingkah lakunya mengikuti Al Qur’an. Dan  seorang muslim yang berkepribadian Islam tentu akan merasa senantiasa diawasi Allah, sehingga mengharuskan dirinya senantiasa bertingkah laku yang Islami (Syekh Taqiyuddin an Nabhani, Syakhshiyah Islamiyah juz I).
Berkepribadian Islam/bertingkah laku islami merupakan  konsekwensi seorang muslim , yakni bahwa seorang muslim dia harus memegang erat identitasnya, jati dirinya sebagai seorang muslim yaitu senantiasa bertingkah laku yang islami dimanapun ,kapanpun dan dalam aspek apapun dia beraktifitas. Identitas itu menjadi kepribadian yang tampak pada pola berpikir  dan pola bersikapnya yang didasarkan pada ajaran Islam. Selanjutnya setelah anak didik mempunyai kepribadian Islam, maka harus dipertahankan, tetap  istiqomah dan berpegang teguh pada Al Qur’an dan al Hadits.
Penguasaan terhadap Tsaqofah Islam merupakan keniscayaan, karena sebagai pembentuk kepribadian Islam. Selanjutnya pada tingkat perguruan tinggi kompetensi peserta didik dikembangkan sampai derajat Negarawan ,Ulama dan Mujtahid
Kedua, Menguasai Ilmu Kehidupan (Keterampilan dan Pengetahuan). Menguasai Ilmu pengetahuan dan tehnologi  untuk mengarungi kehidupan diperlukan, agar dapat berinteraksi dengan lingkungan, menggunakan peralatan, mengembangkan pengetahuan sehingga bisa inovasi dan berbagai bidang terapan yang lain. Ketiga,  Mempersiapkan anak didik memasuki jenjang sekolah berikutnya. Pada perguruan tinggi ilmu yang didapat tersebut bisa dikembangkan sampai derajat Pakar dan Inovator.
Tentu tujuan kurikulum Khilafah ini berbeda dengan dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum 2013 tersebut diatas. Bahkan kalau dilihat dari sudut pandang Islam, bisa bertentangan. Misalnya Islam menetapkan yang berhak membuat hukum/legislasi adalah Allah. Hal ini tentu akan dinilai tidak demokratis atau tidak sesuai dengan tujuan kurikulum 2013.
Struktur Kurikulum
Struktur Kurikulum 2013 untuk SD/MI. Kelompok A (Wajib) : Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial. Kelompok  B (Wajib) : Seni Budaya dan Prakarya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar SD, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Struktur Kurikulum 2013 untuk SMP/MTs. Kelompok A (Wajib): Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Bahasa Inggris. Kelompok  B(Wajib): Seni Budaya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan; Prakarya (Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar SMP, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Struktur Kurikulum 2013 untuk SMA/MA. Kelompok A (Wajib): Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan pancasila dan kewarganegaraan; Bahasa Indonesia; Matematika; Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Bahasa Inggris; Sejarah Indonesia. Kelompok  B(Wajib): Seni Budaya; Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan; Prakarya dan Kewirausahaan. Kelompok C (Peminatan) Matematika dan Sains: Matematika, Biologi, Fisika,Kimia. Peminatan Sosial Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Sedangkan Peminatan Bahasa: Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa dan Sastra Inggris Bahasa dan Sastra Asing lainnya; Antropologi (Kurikulum 2013, Kompetensi Dasar SD-SMP-SMA, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan).
Bandingkan dengan Struktur Kurikulum Khilafah (Abu Yasin, Strategi Pendidikan Daulah Khilafah) adalah sebagai berikut: Struktur Kurikulum Khilafah untuk Jenjang Pertama (setingkat SD). Materi Pokok: Tsaqofah Islam (Akidah Islam, al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah), Bahasa Arab, Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Keterampilan dan Kerajinan (Keterampilan Komputer, Keterampilan intelektual-yang mampu mengembangkan kemampuan mengaitkan fakta dan informasi dalam berfikir, Olah raga, Menggambar dan Perpustakaan).
Struktur Kurikulum Khilafah untuk Jenjang Kedua (setingkat SMP). Materi Pokok: Tsaqofah Islam (Akidah Islam, al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah), Bahasa Arab, Matematika dan Ilmu Pengetahuan (Konsep- konsep Kimia, Biologi, Fisika dan Geografi), Ilmu Komputer. Keterampilan dan Kerajinan (Olah raga, Menggambar dan Perpustakaan, Keterampilan yang berkaitan dengan pertanian dan industri).

Struktur Kurikulum Khilafah untuk Jenjang Ketiga (setingkat SMA). Untuk SMA akan mendapatkan materi wajib dan materi khusus sesuai dengan jurusannya. Materi wajib untuk seluruh siswa adalah materi pokok dan mata pelajaran keterampilan dan kerajinan: Materi Pokok: Tsaqofah Islam (Akidah Islam, Al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah), Bahasa Arab, Matematika dan Ilmu Pengetahuan (Kimia, Biologi, Fisika dan Geografi), Komputer. Keterampilan dan Kerajinan: Perpustakaan, Keterampilan militer, Keterampilan yang ditetapkan para pakar dalam bidang tersebut sesuai dengan kondisi geografis di daerah masing-masing. Misalnya keterampilan bidang pertanian, industri dll.

Materi untuk jurusan, akan disesuaikan dengan jurusannya. Jurusan-jurusan tersebut adalah Jurusan Tsaqofah; Jurusan Ilmu Pengetahuan dan Sains; Jurusan Teknologi Industri; Jurusan Perdagangan; Jurusan Kerumahtanggaan (khusus wanita).

Out Put Pendidikan Kurikulum 2013
Untuk mencapai tujuan pendidikan tentu harus ada kurikulum yang mampu mengantarkan kepada tujuan.  Hal ini tidak terdapat pada kurikulum 2013, justeru  materi yang ada adalah materi-materi  yang tidak bisa mengantarkan peserta didik untuk mencapai tujuan membentuk Kepribadian Islam. Karena ilmu-ilmu Islam sebagai pembentuk kepribadian tidak termasuk dalam materi ajar.  Materi Pembentuk kepribadian Islam yang harus diajarkan kepada peserta didik antara lain: Akidah Islam, B. Arab, Al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah (Abu Yasin, Strategi Pendidikan Daulah Khilafah  hal 44).
Kurikulum 2013 akan melahirkan manusia-manusia yang sekuleris, kapitalis dan liberalis, bukan seorang yang berkepribadian Islam (bersyakshiyah Islamiyah). Hal ini bisa ditela’ah dalam kurikulum 2013. Misalnya ada kompetensi inti yang harus dicapai siswa SD dan SMP, yaitu menerima dan menjalankan agama yang dianutnya, begitu juga tingkat SMA, kompetensi inti yaitu menerima, menjalankan dan menghargai agama yang dianutnya. Akan tetapi hal ini bertentangan dengan materi yang diajarkan. Kurikulum 2013 tidak mengajarkan tsaqofah Islam secara utuh (Akidah Islam, B. Arab, Al Qur’an, Tafsir, Hadis, Fikih, Sirah Nabi, Fiqhus Shirah, Sejarah Islam dan Pemikiran-pemikiran dakwah). Memang benar ada mata pelajaran agama Islam yang diajarkan, akan tetapi hanya pada aspek ibadah makdhah (Syahadat, Thaharoh, Shalat, Puasa, Haji, Menuntut ilmu, Akhlak dan makanan halal). Adapun aspek yang lain politik, ekonomi, sosial,pemerintahan dan lainnya dibahas dalam mata pelajaran yang bersumber dari ideologi kapitalis-liberal. Disamping itu kompetensi inti tersebut bertentangan dengan kompetensi dasar. Misalnya kompetensi dasar IPS menjalankan ajaran agama dalam berfikir, berperilaku sebagai penduduk Indonesia yang mempertimbangkan budaya, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
Kurikulum 2013 tidak bisa menghasilkan pakar/penemu karena dua hal: Pertama, pelajaran IPA pada pendidikan dasar dan menengah diajarkan sebagai integrative science studies. Seharusnya diajarkan sebagai disiplin ilmu. Sehingga nantinya bisa dikembangkan pada perguruan tinggi sampai derajat pakar/penemu. Kedua,  kurikulum 2013 pelajaran IPA berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berfikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam. Seharusnya diajarkan konsep dasar IPA yang berorientasi pada penguasaan konsep dasar sebagai disiplin ilmu yang siap untuk dikembangkan. Karena IPA tidak akan membentuk pola tingkah laku (kepribadian) secara langsung, sehingga tidak tepat pelajaran IPA berorientasi pada pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab pada lingkungan alam.
Disamping itu kurikulum 2013 juga tidak mampu menghasilkan orang-orang yang mampu mengarungi kehidupan ini sebagai pengendali perekonomian bangsa. Karena sistem perekonomian yang diterapkan tetap kapitalis dan dikendalikan para kapitalis global, sehingga out put kurikulum 2013 hanya siap pada tingkat pekerja. Sebagaimana diungkapkan mendikbud pentingnya penerapan kurikulum 2013 yaitu: bonus demografi- jumlah penduduk yang meledak harus bisa terserap pasar. Artinya salah satu tujuan kurikulum 2013 adalah menciptakan buruh-buruh pabrik – pasar tenaga kerja sistem kapitalisme.

Out Put Pendidikan pada Masa Khilafah
Pada saat Pendidikan Islam murni berlandaskan Akidah Islam serta kaum Muslimin masih memiliki  kekuasaan yaitu Khilafah Islamiyah, maka kemajuan dunia pendidikan sangat pesat. Pendidikan ini mampu melahirkan Inovator dan pakar misalnya penemu kompas, peta dunia dan  jam.
Muncul pula saat itu ulama’ besar yang mencatat sejarah dengan tinta emas, antara lain:  (1). Ali asy Syaukani seorang ulama besar, mujtahid dan pakar  pendidikan yang telah menulis 348 judul buku. (2). Jabir Ibn Haiyan, Pakar kimia yang menciptakan skala timbangan akurat, mendefinisikan senyawa kimia, dia menulis 200 buku, 80 buku diantaranya di bidang kimia.(3). Imam Bukhari meneliti 300.000 hadits, yang diriwayatkan 1000 orang dan hadits yang dipilih hanya yang shaheh yaitu 7.275. (4). Imam Syafi’i (150 H-204 H) Ahli Fikih, hafal al Qur’an umur 7 tahun, karyanya sangat banyak, salah satu karyanya kitab al Um. (5). Imam Hambali ( 164 H-241 H), ahli Hadits, ahli fikih dan mujtahid, karyanya: Musnad  Ahmad Hambali, beliau memeriksa 750.000 hadits dan beliau memilih yang Shaheh 40.000.
Dalam buku Atlas Budaya Islam karangan Ismail R Al Faruqi, Lois Lamya Al Faruqi menyebutkan, pada masa Kekhilafahan Abbasiyah yaitu Khalifah al Makmun, lahir pakar-pakar yang hebat, antara lain: Khawarizmi/Algorizm (W.780),  pakar matematika, geografi & astronomi. Dia yang memperbaiki tabel ptolomeus dan menemukan ilmu hitung: Al jabar dan menemukan konsep angka nol (shifr) yang menunjukkan kosong. Dia orang pertama yang menciptakan geografi bumi. Al Khawarizmi juga mengembangkan aritmatika yang menjadi landasan Aritmatika, disebut ”Sekumpulan perintah logis dan runtut-algoritma”–yang tanpa itu dunia komputer dan informatika tidak akan bisa berjalan.
Pada masa Khalifah Al Makmun, beliau membuat observatorium di Baghdad, menyusun ”Tabel Makmun yang telah diverifikasi”. Tabel  itu sangat berguna untuk menentukan posisi secara tepat melalui penentuan garis lintang dan garis bujur. Posisi-posisi bintang bisa ditentukan secara akurat yang sangat berguna bagi sebuah Kapal yang berlayar.
Ibnu Sina/Avecenna (908-1037M), pakar kedokteran, filsafat, astronomi & matematika. Dia mengungkapkan problem besaran yang tidak terhingga kecil, baik dalam agama, fisika & matematika. Suatu hal yang pada abad 17 mengantarkan Newton & Leibniz pada Infinitesimal dan kemudian membentuk Ilmu Kalkulus. Karyanya Al Qonun fi Al Thibb, menjadi buku rujukan utama bidang kedokteran selama 700 tahun.
Pada masa Bani Umayah, Khalifah Walid bin Abdul Malik (88H/706 M) sudah membangun rumah sakit mental dan rumah sakit fisik; rumah sakit untuk pria dan untuk wanita. Dokter dan mahasiswanya tinggal di rumah sakit, dipandang sebagai dosen dan mahasiswa lainnya sebagai pembantu para dokter yang mengadakan pelayanan masyarakat.
Pada tahun 319 H/931 M, masa Khalifah al Muqtadir di Bagdad terdapat 869 dokter yang mengikuti ujian untuk mendapatkan izin praktek yang diadakan Pemerintah.Sejak saat itu dokter, ahli farmasi, dan rumah sakit diawasi oleh Muhtasib, pejabat yang berwenang untuk mengurus hisbah.
Pada masa kekhilafahan Utsmaniyah  yaitu Sultan Muhammad Al Fatih. Ris Beiry, Komandan pasukan laut Khilafah Ustmani, pakar geografi, pioner pembuat peta: membuat peta Benua Amerika secara rinci dan menulis bahwa benua Amerika sudah ditemukan tahun 1465 M & Antartika 27 tahun sebelum Amerika ditemukan oleh Christoper Columbus (1451-1506 M).
Dengan demikian tidak ada jalan lain, agar dunia pendidikan maju dan mampu mengantarkan kejayaan Islam dan kaum muslimin, kecuali menerapkan kurikulum Khilafah dalam bingkai Negara Khilafah Islamiyah. Allahu a’alam.




[1] Abu Yasin, Strategi Pendidikan Daulah Khilafah (Terjemah dari Ususu Ta’lim fi Daulah al Khilafah), Bogor, Pustaka Thariqu Izzah, tahun 2004, cetakan kesatu, hal 38
[2]  Ibid, hal 39.

[3] Depag RI, Al-Quran dan Terjemah,surat Ali Imran ayat 7,Jakarta.

Reposted from: http://hizbut-tahrir.or.id/2013/08/02/studi-kritis-kurikulum-2013-perspektif-kurikulum-khilafah/

Sabtu, 21 September 2013

You are My Best Friends ^^



Sekilas, cinta kita nampak sederhana. Tak berkisah tentang harta, pun juga tahta. Tapi tahukah kamu, cinta kita amat mulia nan berharga, mengalahkan intan berlian yang berkilauan merebut perhatian. Cerita yang kita urai, membiru anggun seperti langit yang terhampar pada mega. Senyum, tawa, air mata, semangat, amarah, segalanya melebur dalam torehan sendu perjalanan kita. Deru nafas yang terengah, berusaha untuk tetap kita hembuskan dalam sketsa panjang perjuangan. Tatkala letih itu menyapa, tatkala perihnya hidup memaksa untuk merintih dalam kepiluan, kita masih berdiri bersama. Mendongakkan asa, meruntuhkan angkuhnya jiwa yang enggan menyamai rasa. Cinta kita abadi mewangi layaknya kesturi. Cinta kita sederhana saja. Karena Allah. Namun dengan itu ia menjadi  amat berharga.



Kisah kita memang tak sebaik Rasulullah dan para Shahabat Shahabiyah, namun dari merekalah kita belajar untuk menyatukan perbedaan yang terkuak antara kita. Ada kalanya kita tak sehati, dipimpin oleh keinginan masing-masing, namun sebab pemikiran yang telah satu di atas Islam yang haq, kita kalahkan ego yang tersemat di antara niat-niat kita. Ukhti, aku menyayangimu karena Allah. Merindumu saat jauh, bahagia saat berkumpul denganmu. Dalam medan yang kian terjal, sering ada yang terperosok, jatuh, kesakitan, namun bangkit kembali sambil terus memulihkan diri, meneruskan langkah meraih janji-Nya. Berpegangan kembali satu sama lain menguatkan langkah dalam amanah. Meski tak sedikit pula yang akhirnya memilih berhenti karena luka yang ia dapati di jalan yang sungguh beronak tajam ini.

 

Salah satu momen terindah adalah saat terhimpun bersama, membicarakan masa depan, strategi perjuangan, dan tentu saja, pengalaman dakwah masing-masing yang sering  membuat pecah tawa, namun tak jarang juga membuat air mata menitik haru. Semua itu membuat kuat kembali jiwa yang sempat merapuh tergerus realitas yang kian kejam, realita yang menohok nalar kritis kita para mujahidah akhir zaman. Yang memaksa kita berteriak menggugat kebathilan dan kezhaliman. Saat-saat bersama kalian, adalah cerita terindah yang akan terus menerus kukenang dalam memori terbaikku. Inilah cinta kita, indah dan bersahaja. Nyata dan akan selalu ada dalam setiap musim yang terus bergulir dan berganti. Dan cinta kita tidaklah sama dengan sandiwara-sandiwara murahan yang hanya menggiring perasaan dan pemikiran pada materi dan kehidupan semu dunia yang penuh tipuan.

Sungguh, aku bersyukur pada Allah, dipertemukan dengan kalian para sahabat yang mencintaiku karena-Nya. Menegurku saat aku salah, mengingatkanku untuk senantiasa dalam taat, menguatkan jiwaku saat sedang bermasalah, menolongku bahkan sebelum aku meminta, mengajakku bertahan saat jenuhku mencapai puncaknya, mengajariku arti ketulusan dan berbagi suka juga duka. Uhibbuki fillaah, ukhti. Maafkan aku jika selama ini pernah bersalah pada kalian, maafkan aku jika pernah menorehkan luka di hati kalian. Mohon ampunkan aku pada-Nya. Semoga di tangan-tangan kitalah Allah menghendaki kemenangan Islam dan kemuliaan kaum Muslim. Hingga dari kita pula, lahir generasi-generasi yang kelak menjadi perisai agama Allah.
Dan… semoga kelak Allah meghimpun kita kembali dalam Firdaus-Nya, mengabadikan cinta kita dalam Jannah-Nya yang hakiki. Aamiin, Allaahumma yaa Mujiibas Saa’iliin

Your beloved sister,

Resky Hartani.



Dedicate for my bestfriends: Ratih Paradini, Endah Ayu Kartika, Mia Safitri, Deasy Ariesta, Nur Amaliah

ISLAM, Tak Sekedar Ritual!

Apa yang membedakan ISLAM dengan agama yang lain? Tentu saja karena ISLAM tak sekedar ibadah ritual, tapi ISLAM adalah ideologi.
ISLAM adalah tauhid, penghambaan total kepada Allah dan ketaatan total pada apapun yang dibawa Rasulullah. Bahwa Rasulullah tak sekedar menjadikan ISLAM di ruang privat, namun sebagai pemutus perkara diantara kaum muslimin. Bukankah Rasulullah adalah negarawan yang berpikir bagaimana ISLAM tak sekedar diterapkan di Madinah? Bukankah Rasulullah tak pernah menjadikan tambang garam, sumber air, api, padang gembalaan dan semisalnya dikuasai oleh individu dengan dalih privatisasi? Apalagi diserahkan pada orang kafir? Bukankah Rasulullah hanya menjadikan ISLAM saja sebagai dasar negara saat memimpin di Madinah? Ya, syahadat tak sekedar “percaya” bahwa Allah dan Rasulnya benar-benar ADA, namun mau “mempercayakan” seluruh hidup kita dikendalikan oleh aturan Allah yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
ISLAM memerintahkan untuk sholat 5 kali sehari, dan menganjurkan untuk sholat sunnah guna melengkapi kedekatan kita kepadaNya. Tapi seluruh warga sholatpun belum tentu menghapus penghambaan kepada hukum selain ALLAH, selama syariah belum dijadikan sumber dari segala sumber hukum. Sebelum wakil rakyat menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah RasulNya sebagai sumber dari segala perundang-undanganNya. Bukankah kita selalu memohon petunjuk jalan yang lurus dalam setiap sholat kita? Bukankah petunjuk jalan yang lurus hanya ada dalam syariahNya? Lalu mengapa kita masih percaya pada hukum buatan manusia?
ISLAM memerintahkan untuk membaca dan mentadabburi Al-Qur’an. Tapi seluruh warga melakukan tadarus setiap haripun belum tentu menyelesaikan kasus kemaksiatan yang semakin merajalela. Karena Al-Qur’an tak akan mampu menyelesaikan persoalan ketika hanya dibaca, dan tak difungsikan sebagaimana mestinya. Bukankah katanya Al-Qur’an itu petunjuk? Bukankah petunjuk itu memberikan jalan bagaimana kita melewati kehidupan agar tak salah langkah? Lalu mengapa sampai detik ini kita tak menjadikan Al-Qur’an untuk menyelesaikan seluruh persoalan hidup? Dari persoalan negara hingga rumah tangga, dari masalah pribadi hingga satu negeri, dari ibadah mahdhah hingga muamalah, dari ekonomi hingga hubungan luar negeri, dari syirik hingga politik, dari pergaulan hingga pendidikan, dari kita bangun tidur hingga kita tidur lagi, dan dari sejak lahir hingga kita mati.
ISLAM memerintahkan untuk berpuasa ramadhan dan puasa sunnah lainnya untuk menjadikannya benteng hawa nafsu kita. Tapi seluruh kaum muslim berpuasa pun belum mampu membentengi umat dari serangan pemikiran kufur. Dari ide demokrasi, HAM, gender, pluralisme, kekebasan, sekulerisme yang semakin hari semakin menggerogoti akidah kaum muslimin. Bukankah dulu ada Khalifah yang menjadi benteng serangan orang-orang kafir baik fisik maupun pemikiran? Bukankah kita butuh negara yang melindungi seluruh kepentingan kaum muslimin? Bukankah seluruh umat ISLAM di belahan bumi manapun adalah laksana satu tubuh?
ISLAM memerintahkan kita untuk menuju baitullah. Namun seluruh kaum muslimin dari belahan bumi manapun berhaji setiap tahun, ternyata belum mampu menghentikan kebiadaban orang-orang kafir terhadap saudara-saudara kita di Palestina, Afghanistan, Irak, Kashmir, Chechnya, Xing jiang, Moro, dan belahan bumi manapun. Bukankah mereka sudara kita? Bukankah begitu indahnya ukhuwah saat kita dipertemukan di baitullah? Bukankah Allah kita satu? Bukankah Rasul kita satu? Bukankah kitab kita satu? Bukankah kiblat kita satu? Lalu mengapa kita tak mau bersatu?… ISRAEL dan antek-anteknya bukannya tak bisa dikalahkan, tapi kita yang belum menjadikan akidah sebagai dasar persatuan!
Jadilah agen-agen pejuang syariah, yang tak hanya memikirkan ketakwaan individu semata, yang tak hanya berupaya meraih keshalihan pribadi, yang tak cukup hanya memikirkan diri sendiri, yang berjuang keras agar kemuliaan ISLAM juga dinikmati seluruh dunia, yang menjadikan dunia takluk di bawah kepemimpinan ISLAM dan kaum muslimin, layaknya Rasulullah dan para sahabat yang membinasakan kejahiliyahan Makkah, layaknya Muhammad Al Fatih yang menaklukkan Romawi,  layaknya Mushab bin Umair yang menjadi duta Madinah dan layaknya Sholahudin al Ayyubi yang meruntuhkan kedigdayaan pasukan Salib… dan kita adalah anak cucu mereka! Yang darahnya mengalir di setiap jengkal tubuh kita! Yang kemuliaannya masih layak kita jaga sepenuh jiwa raga!
Jadilah SUPERHERO… yang tak cukup menyelamatkan cacing kepanasan, tak cukup menyelamatkan seorang kawan, tak cukup menyelamatkan diri dan kehormatan namun mampu menyelamatkan peradaban dari jurang kehancuran!
Kita mampu! Menunjukkan pada dunia bahwa ISLAM adalah rahmatan lil alamin dan kita adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan!
.
*Teruntuk para pejuang syariah dan khilafah… bertahanlah, karena pertolongan-Nya selalu ada di depan mata….

repost from: http://qousa.wordpress.com/2011/02/24/islam-tak-sekedar-ritual/

Integrasi Sains dan ISLAM

Ada sejumlah pertanyaan menarik tentang kedudukan sains dan Islam. Pertanyaan ini berakar dari fenomena-fenomena berikut:
Munculnya kegairahan baru atas sebagian cendekiawan Islam atas sains dan keyakinan bahwa kemunduran Islam itu akibat melalaikan sains dan terlalu menonjolnya fiqih.
Munculnya sebagian cendekiawan yang meyakini kembali bahwa Qur’an adalah sumber inspirasi sains, setelah ditemukannya bukti-bukti sains modern yang sesuai dengan ayat-ayat Qur’an. Ilmu yang terinspirasi Quran ini bahkan sering diklaim sebagai sains Islami.
Di sisi lain: tingkat religiositas yang tetap belum membaik di kalangan ilmuwan sains Barat – sekalipun dapat teramati bahwa tingkat religiositas di kalangan ilmuwan sains ini masih lebih baik daripada ilmuwan sosial.
Tiga fenomena ini membuat di satu sisi umat Islam semakin bersemangat dalam beragama, namun di sisi lain mereka masih mencari bentuk, bagaimana sesungguhnya integrasi sains dan Islam.
Pada berbagai jenis pendidikan Islam di Indonesia, integrasi ini dicoba baru dalam taraf penggabungan kurikulum (Depdiknas+Depag), sehingga total jam belajar siswa menjadi relatih jauh besar dibanding sekolah biasa. Karena itu kajian bagaimana integrasi sains dan Islam itu perlu ditelaah lebih jauh.

Sejarah Kedudukan Ilmu di dalam Islam
Kalau melihat sejarah, sering ada dugaan bahwa kemunduran dunia riset Islam dimulai ketika iklim kebebasan berpikir – yang sering dianggap direpresentasikan kaum mu’tazilah – berakhir, dan digantikan oleh iklim fiqh yang skripturalis dan kaku. Teori ini terbukti bertentangan dengan fakta bahwa munculnya ilmu-ilmu fiqh dan ilmu-ilmu sains dan teknologi berjalan beriringan. Bahkan ketika ilmu dasar ummat musim mulai kendur, teknologi mereka masih cukup tinggi untuk bertahan lebih lama.
Hunke dengan cukup baik melukiskan latar belakang masyarakat Islam di masa khilafah Islam sehingga keberhasilan pengembangan teknologi terjadi, dan ini bisa diklasifikasikan menjadi dua hal.
Pertama adalah paradigma yang berkembang di masyarakat Islam, yang akibat faktor teologis menjadikan ilmu “saudara kembar” dari iman, menuntut ilmu sebagai ibadah, salah satu jalan mengenal Allah (ma’rifatullah), dan ahli ilmu sebagai pewaris para nabi, sementara percaya tahayul adalah sebagian dari sirik. Paradigma ini menggantikan paradigma jahiliyah, atau juga paradigma di Romawi, Persia atau India kuno yang menjadikan ilmu sesuatu privilese kasta tertentu dan rahasia bagi awam. Sebaliknya, Hunke menyebut “satu bangsa pergi sekolah”, untuk menggambarkan bahwa paradigma ini begitu revolusioner sehingga terjadilah kebangkitan ilmu dan teknologi. Para konglomeratpun sangat antusias dan bangga bila berbuat sesuatu untuk peningkatan taraf ilmu atau pendidikan masyarakat, seperti misalnya membangun perpustakaan umum, observatorium ataupun laboratorium, lengkap dengan menggaji pakarnya.
Kedua adalah peran negara yang sangat positif dalam menyediakan stimulus-stimulus positif bagi perkembangan ilmu. Walaupun kondisi politik bisa berubah-ubah, namun sikap para penguasa muslim di masa lalu terhadap ilmu pengetahuan jauh lebih positif dibanding penguasa muslim sekarang ini. Sekolah yang disediakan negara ada di mana-mana dan bisa diakses masyarakat dengan gratis. Sekolah ini mengajarkan ilmu tanpa dikotomi ilmu agama dan sains yang bebas nilai.
Rasulullah pernah mengatakan “Antum a’lamu umuri dunyaakum” (Kalian lebih tahu urusan dunia kalian) – dan hadits ini secara jelas berkaitan dengan masalah teknologi – waktu itu teknologi penyerbukan kurma. Ini adalah dasar bahwa teknologi bersifat bebas nilai. Bahkan Rasulullah telah menyuruh umat Islam untuk berburu ilmu sampai ke Cina, yang saat itu pasti bukan negeri Islam.
Namun demikian, dalam pencarian ilmu, Islam memberikan sejumlah motivasi dan guideline.
Motivasi pencarian ilmu dimulai dari hadits-hadits seperti “Mencari ilmu itu hukumnya fardhu atas muslim laki-laki dan muslim perempuan”, “Carilah ilmu dari buaian sampai liang lahad”, “Carilah ilmu, walaupun sampai ke negeri Cina”, “Orang yang belajar dan mendapatkan ilmu sama pahalanya dengan sholat sunat semalam suntuk”, dsb
Sedang guideline bisa dibagi dalam tiga kelompok sesuai pembagian dalam filsafat ilmu, yaitu dalam kelompok ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Ontologi
menyangkut masalah mengapa suatu hal perlu dipelajari atau diteliti. Qur’an memuat cukup banyak ayat-ayat yang merangsang pembacanya untuk menyelidiki alam, seperti “Apakah tidak kalian perhatikan, bagaimana unta diciptakan, atau langit ditinggikan, …” (al-Ghasiyah 17-18). Maka tidak heran bahwa di masa al-Makmun, para pelajar tafsir menyandingkan buku Almagest karya Ptolomeus (astronom Mesir kuno) sebagai “syarah” surat al-Ghasiyah tersebut.
Kaidah “Ma laa yatiimul waajib illaa bihi, fahuwa wajib” (Apa yang mutlak diperlukan untuk menyempurnakan sesuatu kewajiban, hukumnya wajib pula) juga memiliki peran yang besar. Maka ketika kaum muslimin melihat bahwa untuk menyempurnakan jihad melawan adikuasa Romawi memerlukan angkatan laut yang kuat, maka mereka – berpacu dengan waktu – mempelajari teknik perkapalan, navigasi dengan astronomi maupun kompas, mesiu dsb. Dan bila untuk mempelajari ini mereka harus ke Cina yang waktu itu lebih dulu mengenal kompas atau mesiu, merekapun pergi ke sana, sekalipun menempuh perjalanan yang berat, dan harus mempelajari sejumlah bahasa asing.
Dengan ontologi syariah ini, kaum muslim di masa lalu berhasil mendudukkan skala prioritas pembelajaran dan penelitian secara tepat, sesuai dengan ahkamul khomsah (hukum yang lima: wajib-sunnah-mubah-makruh-haram) dari perbuatannya.

Epistemologi
menyangkut metode suatu ilmu dipelajari. Epistemologi Islam mengajarkan bahwa suatu ilmu harus dipelajari tanpa melanggar satu hukum syara’pun. Maka beberapa eksperimen dilarang, karena bertentangan dengan syara’, misalnya cloning manusia.
Di sisi lain, ilmu dipelajari dengan mempraktekkannya. Karena itu, ilmu seperti sihir menjadi haram dipelajari, karena konteks epistemologinya adalah dipelajari sambil dipraktekkan. Namun di sisi lain, ilmu-ilmu seperti kedokteran, fisika, namun juga ilmu sosiologi atau hukum (fiqh) menjadi tumbuh pesat karena setiap yang mempelajarinya punya gambaran yang jelas bagaimana nanti ilmu itu digunakan. Berbeda dengan sekarang ketika banyak mahasiswa di “menara gading”, dan ketika turun ke masyarakat ternyata tidak mampu harus mulai dari mana dalam menggunakan ilmunya.

Sedang aksiologi
menyangkut bagaimana suatu ilmu diterapkan. Ilmu atau teknologi adalah netral, sedang akibat penggunaannya tergantung pada peradaban (hadharah) manusia / masyarakat yang menggunakannya. Banyak hasil riset yang walaupun dibungkus dengan suatu metode statistik, namun dipakai hanya untuk membenarkan suatu model yang bias ideologis ataupun kepentingan tertentu.
Pada masyarakat muslim penggunaan teknologi dibatasi hukum syara’. Teknologi hanya akan digunakan untuk memanusiakan manusia, bukan memperbudaknya. Teknologi digunakan untuk menjadikan Islam rahmat seluruh alam, bukan menjajah negeri-negeri lain. Karena itu kebuntuan untuk mencapai kemajuan pada negeri-negeri miskin – seperti yang terjadi dewasa ini di Afrika – akan bisa didobrak dengan aksiologi syariah.

Qur’an sebagai Sumber Inspirasi Ilmu
Obsesi menjadikan Qur’an sebagai sumber inspirasi segala ilmu tentu suatu hal yang positif, karena ini bukti keyakinan seseorang bahwa Qur’an memang datang dari Zat Yang Maha Tahu. Namun, obsesi ini bisa jadi kontra produktif jika seseorang mencampuradukkan hal-hal yang inspiratif dengan sesuatu yang empiris, atau memaksakan agar kaidah hukum empiris sesuai penafsiran inspiratifnya.
Contoh yang pertama misalnya ketika ada seseorang yang menafsirkan ayat:
“ … Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia …” (QS 57-al Hadid: 25)
Kami pernah mendapatkan seseorang yang ingin menggugat Hukum Kekekalan Energi dengan landasan ayat ini, seraya mengajukan proposal untuk membuat energy multiplier.
Energy Multiplier adalah pengganda energi. Alat semacam ini – kalau ada – akan memiliki konsekuensi yang sangat jauh, karena dengan rangkaian beberapa multiplier, teoretis energi 1 watt saja akan mampu memberi energi untuk seluruh dunia. Tentu saja alat semacam ini secara fisika maupun teknis mustahil. Namun perancangnya yakin 100% bahwa dia benar, karena rancangan mesinnya diyakininya di-backup oleh ayat al-Hadid tadi. Tentu saja ini penafsiran yang sembrono.
Sedang contoh yang kedua adalah ketika pada suatu saat, teori sains yang berlaku dianggap cocok dengan suatu ayat, lalu beberapa abad kemudian eksperimen membuktikan bahwa teori tadi keliru atau tidak lengkap, lalu orang cenderung menolak penemuan baru itu dengan alasan tidak sesuai dengan Qur’an. Hal seperti ini terjadi di abad pertengahan di kalangan gereja di Eropa, yang menolak teori heliosentris dari Copernicus dan Galileo, karena dianggap bertentangan dengan dogma al-Kitab bahwa bumi adalah pusat perhatian Tuhan. Hal serupa – walaupun dalam skala yang lebih kecil – juga terjadi di beberapa kalangan umat Islam. Sebagai contoh: ketika di Qur’an disebutkan adanya 7 buah langit,
Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (Qs. 41-Fussilat:12)
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Qs. 67-al Mulk:5)
ada sejumlah orang yang kemudian menafikan perjalanan ke bulan atau ke planet-planet, apalagi bila itu dilakukan orang-orang kafir yang dianggap temannya syaitan. Kita tentu ingat bahwa “planet” seperti Venus atau Mars dalam bahasa Arab akan disebut “bintang”. Mungkin di sini tafsir kita yang perlu direvisi.

Religiousitas di kalangan Ilmuwan
Bagi orang yang menekuni sains dan al-Quran, akan didapatkan banyak ayat yang menyentuh suatu cabang sains – yang baru bisa dikenali sebagai sains setelah zaman modern. Karena saya mempelajari geodinamika, saya amat tersentuh dengan ayat seperti berikut:
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan…(QS 27 – an-Naml:88).
Tersentuhnya adalah bahwa fakta pergerakan benua beserta gunung-gunung di atasnya beberapa decimeter pertahun baru diketemukan abad-20. Darimana Rasulullah, yang hidup 14 abad yang lalu, bisa mengetahui fenomena ini, kalau bukan Yang Maha Berilmu yang memberitahunya?
Hal serupa akan ditemui oleh orang astronomi, biologi, oceanologi dan sebagainya. Pertanyaannya, mengapa tidak semua saintis kemudian menjadi religious?
Jawabannya: tidak cukup hanya mengenal keberadaan Tuhan. Seperti tidak cukupnya kita ketika sadar punya boss, namun tidak tahu apa visi-missi boss, dan juga tidak tahu apa yang membuat boss senang atau marah.
Mereka menganggap persoalan Tuhan ini persoalan pribadi, bahkan bisa-bisa justru “menyalahkan” Tuhan ketika dilihatnya Tuhan “tak berbuat apa-apa” ketika ada ummat-Nya yang menderita, tertindas, lapar atau sakit.
Mereka mungkin akan menyembah Tuhan dengan suatu cara yang menurutnya paling rasional. Mereka gagal memahami kemauan boss – karena mereka berhenti dengan tahu bahwa ada boss, namun tidak mencari tahu, siapa orang kepercayaan boss yang pantas mereka jadikan rujukan dan juga teladan.
Wajarlah, bahwa dalam Islam dituntut dua jenis pengakuan: dikenal dengan syahadat Tauhid dan syahadat Rasul. Tanpa mengikuti Rasul, pengenalan keberadaan tuhan tidak akan banyak berbuah, karena kita tetap belum tahu hidup kita mau dikemanakan. Jadinya kita tidak tahu bahwa Tuhan akan menolong orang-orang yang tertindas atau lapar atau sakit itu melalui tangan-tangan kita. Kita akan terinspirasi untuk melakukan upaya itu setelah mengkaji manual yang diberikan Tuhan via para Rasul. Di situlah kita tahu, bahwa kita hidup sebagai agen, untuk sebuah missi pada sautu lahan yaitu planet bumi ini.

Integrasi Sains & Islam pada Pendidikan
Dengan mengetahui seluruh “duduk perkara” sains dan Islam di atas, tampak bahwa hakekat persoalannya adalah memadukan agar pada setiap aktivitas kita, setelah ada kerja keras dari kekuatan tubuh kita, ada kerja cerdas berdasarkan sains dan kerja ikhlas berdasarkan Islam.
Dalam dunia pendidikan, yang biasanya akan dikembangkan pada seorang anak didik adalah olah fikirnya (kognitif), sikapnya (afektif) dan life-skill-nya (psikomotorik). Di sinilah perlu penelaahan yang mendalam agar di setiap aspek ada muatan sains dan Islam secara sinergi. Bahkan lebih jauh lagi, beberapa mata pelajaran bisa dipadukan sehingga tercipta suatu fokus yang berguna secara praktis.

Sebagai contoh: Mengajarkan masalah air.
Kita bisa membahas mulai dari soal siklus air (IPA/fisika). Agar terkesan, bahasan bisa dilakukan di tepi kolam atau sungai. Di situ sekaligus ada pengetahuan tentang IPS/geografi. Kemudian bagaimana manusia berbagi air (matematika). Lalu bagaimana hukum-hukum Islam yang berkait dengan air (thaharah, hadits “manusia berserikat dalam air, api dan padang gembalaan”). Dan terakhir siswa diminta membuat karangan tentang bagaimana menjaga sumberdaya air (bahasa Indonesia / bahasa Inggris).

Contoh lain: mengajarkan masalah tuas.
Tuas atau pengungkit umumnya diberikan dalam pelajaran fisika (IPA). Kenapa tidak melakukannya di tukang beras yang punya timbangan, sekaligus mengenalkan pasar (IPS). Lalu anak-anak diminta menghitung berapa Rupiah yang dibayarkan bila yang dijual sepuluh kilo beras dan dua kilo gula pasir (matematika). Lalu diberikan hukum-hukum Islam tentang larangan mengurangi timbangan (agama). Dan terakhir: buat karangan tentang bagaimana agar pasar tampak rapi dan nyaman (bahasa).
Dalam cakupan yang lebih mikro, kita bisa pula memasukkan motivasi Islam ke dalam semua kajian sains. Konon Imam al-Khawarizmi ingin mengembangkan persamaan-persamaan aljabar karena ingin menyelesaikan persoalan pembagian waris dalam Islam yang akurat.
Seorang pendidik muslim dapat membuat contoh-contoh yang amat relevan dengan sisi peran murid sebagai siswa/siswi muslim.
Misalnya: untuk matematika geometri, bisa dibuatkan contoh untuk menghitung tinggi masjid atau luas areal yang diperlukan untuk membangun masjid.
Untuk pelajaran fisika mekanika bisa dibuat soal berapa sudut lontaran meriam untuk dapat mencapai benteng kafir penjajah.
Untuk pelajaran kimia titrasi bisa dibuat soal berapa cc larutan yang harus disediakan – sampai warnanya berubah – untuk mendeteksi adanya lemak babi.
Demikianlah, masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh para pendidik muslim. Islam menjadi ontologi, epistemologi dan aksiologi dari semua aspek sains, dan pada gilirannya, sains yang dipelajari semua terasa terkait dengan kehidupannya praktis sehari-hari.
Yuph, Islam membumi. Sekolahpun jadi menyenangkan.



Dr. Ing Fahmi Amhar Dosen Pascasarjana Universitas Paramadina
(Profesor Riset di BAKOSURTANAL)